Wa Harisa sedang menenun sarung. Sumber: Lekasura/Bula
Wa Harisa sedang menenun sarung. Sumber: Lekasura/Bula

Homoru atau menenun merupakan tradisi warga pulau. Namun, aktivitas ini hanya dilakukan oleh orang tua. Maka seorang anak muda Pulau Tomia lalu melakukan pengarsipan dalam bentuk yang lebih kreatif.

Namanya Wa Ode Nurfadila, siswa kelas XII di SMA Negeri 1 Tomia ini baru saja menuntaskan pementasannya di acara Galampa #2 atau pameran dan pertunjukkan Sekolah Pulau.

Bula, begitu ia dipanggil, menciptakan Tari Tenun atau Tari Homoru. Tarian ini tercipta karena ia tertarik meneliti cara dan bagaimana proses menenun (hemoru’a) perempuan pulau.

“Kenapa saya mengangkat ini, karena saya ingin mengetahui cara atau proses dalam Teknik menenun,” ujarnya

Dalam penelusurannya, Bula mengaku tradisi menenun di Pulau Tomia hanya dilakukan oleh orang tua saja.

Padahal, katanya, tradisi ini adalah salah satu identitas perempuan pulau.

Dalam sejarahnya, memang banyak perempuan pulau yang merupakan istri pelayar menghabiskan waktunya dengan menenun.

Kain atau sarung tenun yang dihasilkan juga memiliki ciri khas seperti tenun boke bermotif H dan lain sebagainya.

Karenannya Bula ingin mengarsipkan budaya tersebut dan memperkenalkan tradisi menenun lebih jauh.

“Tujuannya agar anak muda tertarik,” katanya.

Namun, Bula tidak memilih mendokumentasikan kerajinan tangan ini dalam bentuk teks maupun visual, melainkan dalam bentuk tari.

Kecintaannya pada kesenian menari membuat ia mengaplikasikan tradisi menenun ini dalam sebuah tarian. Maka terciptalah tari tenun.

Wa Harisa sedang menenun sarung. Sumber: Lekasura/Bula

Dalam proses penciptaan tarian, perempuan kelahiran 2005 ini tidak serta merta hanya mengamati saja. Ia juga melakukan wawancara dengan beberapa narasumber.

 Salah satu narasumbernya adalah Wa Harisa (70), Pande Hemoru dari Onemai.

Bula mengaku selama melakukan wawnacara banyak pengetahuan yang baru ia peroleh.

Bagian dari Homoru dan Koreografi Tarian

Bula menguraikan bagaimana ia mengetahui proses dan cara menenun, berikut nama alat yang dipakai.

Berikut nama alat-alat yang dipakai saat Homoru antara lain:

  • Saliku yang terdapat di belakang punggung
  • Salaambi (tebokee)
  • Te ati
  • Tenda Jangka
  • Tenda Kau
  • Saponu uhu
  • Hu’u
  • Reppee
  • Papa itonga
  • Teliuu sebanyak 2 buah
  • Doppi
  • Tappua 2 buah
  • Parantanda’a
  • Fuluhakoaa
  • Te Fulu nu Tendeaa
  • Kusoli Sapo nu Purua
Nama dan bentuk dua alat homoru. Sumber: Lekasura/Bula
Nama dan bentuk empat alat homoru. Sumber: Lekasura/Bula
Nama dan bentuk empat alat homoru. Sumber: Lekasura/Bula
Nama dan bentuk tiga alat homoru. Sumber: Lekasura/Bula

Bula lalu menguraikan tentang cara homoru yang kemudian ia aplikasikan dalam gerakan tarian. Berikut penjelasannya:

  1. Gerakan pertama dalam tari tenun dimulai dengan Gerakan memintal kapas. Proses ini menggambarkan para penenun mengumpulkan serat-serat kapas menjadi benang atau benang pintalan.
  2. Gerakan kedua yaitu menggulung benang pada purungan atau puru te banaa. Kemudian benang dibentangkan atau biasa disebut dengan oluri. 
  3. Gerakan ketiga adalah Gerakan memakai Saliku dan Salambi (tebokee) lalu mengatur Kembali alat-alat yang akan digunakan saat homoru.

Gerakan terakhir adalah gerakan homoru di mana Gerakan akan diawali dengan memasukkan Kusoli yang sudah diberi benang pada kayu. Selanjutnya, Tenda Kau dikeluarkan dan dimasukkan lagi. Inilah proses homoru.

Bula (kedua dari kanan) dan kawan-kawannya sedang menarikan tari tenun di acara Galampa#2 di Puncak Waru, Tomia Timur. Sumber: Lekasura/Fadli
Wa Ode Nur Fadila atau Bula.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here