
Artikel ini merupakan catatan kecil, rekomendasi, juga rangkuman informasi seputar seminar penanganan sampah Pulau Tomia tahun 2022.
Seminar penanganan sampah pulau Tomia 2022 terlaksana pada Sabtu (16/07/2022) kemarin pada pukul 10.00 WITA. Meski awalnya terjadi beberapa kali penundaan jadwal karena terkendala satu dan lain hal. Namun, seminar guna mencari solusi pengelolaan sampah Pulau Tomia ini akhirnya tetap berlansung.
Metode seminar adalah satu dari sekian upaya kami (katutura) selain melakukan praktek daur ulang berbasis tradisi yang kami sebut sebagai Hedongka Project. Hedongka project sendiri adalah sebuah proyek yang menggabungkan tradisi orang-orang pulau dalam memanfaatkan sampah ketika musim ombak tiba, dengan praktek dan kerja-kerja kesenian menggunakan medium populer.
Kenapa seminar? Ya! Kami percaya adagium lama, “banyak jalan menuju Roma” begitu pula jalan menekan sampah di Pulau Tomia. Seminar adalah metode yang kami pilih, tentu sebagai sebuah upaya bersama, baik posisi kami sebagai komunitas, maupun sebagai warga pulau Tomia. Idenya adalah mempertemukan banyak pemikiran, beragam ide, beragam profesi, beragam judul, namun dengan tema yang sama; yakni sampah!
Seminar ini idealnya dihadiri oleh instansi yang bertalian langsung dengan sampah; yakni Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Wakatobi. Namun setelah mengonfirmasi dan tak berbuah kabar, akhirnya seminar berjalan hanya dengan menyisakan empat pembicara, yakni Iwanuddin dari Taman Nasional Wakatobi seksi tiga, Saleh Hanan dari ITMP Wakatobi, Laode Arifudin dari Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Wakatobi Wakatobi dan yang terkahir adalah Arman Alini dari Komisi satu DPRD Kabupaten Wakatobi.
Seminar ini berlangsung satu sesi, dari dua sesi yang direncanakan oleh panitia. Meski begitu, komitmen menemukan upaya mengatasi persoalan sampah di Pulau Tomia harus berlanjut dengan durasi waktu yang cukup menguras energi dan pikiran. Dari materi satu ke materi berikutnya, dari sesi tanya jawab ke sesi diskusi kelompok dengan tema spesifik alias Focus group Discussion (FGD).
Patut diingat bahwa metode seminar ini adalah metode “kuliah”, di dalamnya ahli dan pakar diberi ruang untuk berbicara secara luas dan mendalam. Tujuannya untuk memberi rangsangan pikir kepada para peserta, kepada kami, sebagai warga pulau Tomia.
Olehnya, seminar ini diakhiri dengan diskusi kelompok, dan dengan tema yang fokus mencari sebab musabab dan merancang hal-hal teknis guna mengatasi dan menekan laju persampahan di Pulau Tomia.
Dari diskusi yang alot, menguras energi dan pikiran, akhirnya seminar penanganan sampah pulau Tomia 2022 dengan judul “Upaya Mencari Solusi Pengelolaan Sampah Pulau Tomia” melahirkan satu rekomendasi untuk dilaksanakan yakni: Terbentuknya Pokja (Kelompok Kerja)
Pokja atau kelompok kerja Sampah Pulau Tomia adalah grup kerja yang berkomitmen menjadi bagian dari kerja-kerja menjaga lingkungan, termasuk melibatkan diri pada setiap upaya menekan, mengelola, hingga melakukan pemetaan dan perencanaan mengatasi sampah di Pulau Tomia.
Keanggotaan Pokja ini terdiri dari masyarakat, Aparatur Sipil Negara (ASN), pegiat konservasi, aktivis, majelis taklim, perangkat Desa, pegawai kelurahan /kecamatan, NGO/LSM.
Sesudah pembentukan Pokja ini, kami mecoba melakukan sebuah diskusi singkat dengan kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Wakatobi; Jaemuna, S.Pd, M.Pd soal fasilitas persampahan. Menurut Jaemuna titik pembuangan sampah di Pulau Tomia ditentukan oleh pemerintah.
“Titik itu sudah kami tentukan, sudahmi kami survey” katanya.
Namun saat panitia mengonfirmasi di mana letak titik yang dimaksud, hingga sekarang belum ada jawaban secara jelas. Namun dari informasi masyarakat yang beredar, titik lokasi yang digadang-gadang akan menjadi TPA tersebut terleta di salah satu kawasan di Jalan Veva, tepatnya di kawasan perbukitan Bontubontu-Tee Moane atau lebih tepatnya aarea sebelah barat kawasan Bandara Maranggo)
Selanjutnya informasi soal penyelenggaraan infrastruktur persampahan Pulau Tomia kami peroleh via Ketua Komisi I DPRD Kab. Wakatobi, Arman Alini, bahwa anggaran serta perencanaan pengelolaan sampah tiap pulau termasuk Tomia telah direncanakan, rencananya akan berlangsung tahun 2023.
Arman Alini melalui materinya “Strategi penerapan Perda no.2 tahun 2014 Tentang Persampahan” banyak menyoroti sistem penyelenggaraan dan pengelolaan sampah di Wakatobi yang tidak maksimal. “Sampah di Wakatobi butuh penanganan serius oleh pemerintah dengan melibatkan ahli, selain itu butuh sistem perencanaan yang padu, sesuai amanat perda persampahan kita,” ujarnya.
Saleh Hanan selaku pegiat konservasi, budaya dan pariwisata, membawakan materi “Jejak Tradisi Orang-orang Pulau dalam Mengatasi dan Memanfaatkan Sampah”. Saleh Hanan banyak menyoroti praktek pengelolaan persampahan di Wakatobi yang malah menjegal tradisi, dan tidak melihat kearifan lokal sebagai sebuah sains terapan yang layak dirujuk sebagai sebuah metode.
Laode Arifudin, Direktur YKAN Wakatobi melalui materinya “Konservasi Lingkungan, Ragam Tradisi Pemanfaatan Sampah untuk Ekonomi” banyak menggaris bawahi perilaku konsumtif manusia sebagai biang sampah yang merusak lingkungan. Menurutnya, salah satu cara sederhana menekan laju sampah plastik adalah dengan metode “puasa plastik”, mulai dari diri sendiri, dan dirumah sendiri.
Dan yang terakhir, Iwanuddin, Kepala Seksi III Taman Nasional Wakatobi melalui judul materi ” Pengelolaan Sampah dalam Kawasan Taman Nasional” menyoroti seputar penyediaan fasilitas persampahan yang mereka telah tetapkan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).
Fasilitas tersebut dikucurkan ke Dinas Lingkungan Hidup kab.Wakatobi sebagai tugas integral dari Kementrian lingkungan Hidup. Menurutnya, fasilitas-fasilitas tersebut juga harus didistribusikan secara merata dan adil di setiap pulau di Wakatobi, termasuk Pulau Tomia.
[…] Baca Juga: Sebuah Catatan Seminar Penangana Sampah Pulau Tomia […]