Peneliti menilai Pemerintah Kabupaten (pemkab) Wakatobi abai terhadap pelestarian tradisi lisan seperti bhanti-bhanti.
Tradisi lisan seperti Bhanti-bhanti di Kabupaten Wakatobi tak terurus dan perlahan lenyap. Peneliti Tradisi Lisan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Asrif menjelaskan hal itu di kuliah umum bertema Gambus: Senjakala Tradisi Lisan Wakatobi yang berlangsung secara online pada Sabtu (17/6).
Asrif dalam presentasinya mengatakan bahwa bhanti-bhanti atau kabhanti yang kerap diiringi gambus adalah tradisi lisan yang telah mendapatkan banyak pengakuan sebagai kekayaan budaya orang Wakatobi.
Sayangnya, setelah dua maestro gambus: La Ode Kamaludin dan La Ajiju meninggal, tradisi itu tak terurus. Hampir tidak ada lagi pertunjukkan soal gambus dan bhanti-bhanti.
“Pemerintah daerah Kabupaten Wakatobi seolah abai. Mereka harus memperhatikan ini,” ujar Asrif.
Penulis buku Nyanyi Sunyi Tradisi Lisan tersebut beberapa kali menekankan dan menyayangkan abainya pemerintah Wakatobi terhadap tradisi lisan itu. Padahal menurutnya, pemerintah harus ambil peran.
“Pemerintah harus mulai merevitalisasi bhanti-bhanti, supaya anak muda bisa tetap mempertahankan tradisi itu,” jelasnya.

Asrif memberikan beberapa cara sederhana dan murah tentang bagaimana pemerintah sejatinya bisa terlibat dalam pelestarian tradisi lisan ini.
“Sederhana saja, pemerintah bisa mengadakan lomba-lomba pas 17 agustus. Mereka bisa mengajak anak muda bikin bhanti-bhanti lalu diunggah ke tiktok. Itu hal sederhana dan tak butuh biaya banyak,” katanya.
Selain itu, Asrif juga tak lupa menekankan pada bagaiaman proses revitalisasi berjalan. Menurutnya, bentuk-bentuk revitalisasi bisa mengikuti jamannya atau sesuai konteks anak muda saat ini.
“Sekarang, revitalisasi difokuskan pada anak muda yang akan melanjutkan tradisi. Tetapi di Pemerintah Kabupaten Wakatobi, apa yang dilaksanakan pemkab? apakah ada festival kabhanti anatar anak SMP/SMA? Untuk menggaet anak muda, kabanti harus dibawa dalam dunia mereka. Dalam revitalisasi, balai bahasa memberikan metode sebebas-bebasnya dengan medium apapun. Bila perlu ada lomba tahunan,” pungkas Asrif.