Pemadaman listrik di Pulau Tomia (kembali) terjadi. Pemadaman ini sudah berlangsung dua minggu sejak 26 Oktober 2022. Hingga tulisan ini diunggah tanda-tanda listrik kembali normal tak muncul juga.
Sj(45), warga Usuku, kawasan pesisir bagian tengah di Pulau Tomia, mengatakan dengan nada sarkas bahwa pemadaman ini sudah menjadi tradisi PLN. “Pemadaman listrik ini terjadi setiap tahun memang, sudah seperti tradisi PLN,” katanya.
Sj juga menerangkan lantaran terlalu seringnya, pemadaman listrik begini sudah dianggap hal biasa dan masyarakat seolah sudah nyaman.“Tapi saya tidak nyaman,” akunya.
Analisa Sj terkait ‘tradisi PLN’ ini bukan bualan belaka. Bukti-bukti digital memang menunjukkannya bahwa pada bulan-bulan akhir tahun hingga awal tahun baru listrik memang sering mati.
Tim Lekasura mencoba men-tracking unggahan orang-orang Tomia di Facebook dan Instagram tentang mati Lampu. Hasilnya menujukkan pola yang sama, yakni mati lampu selalu terjadi pada bulan Oktober, November, Desember hingga Januari.
Merunut data yang ditemukan di Facebook, tercatat pada tahun 2018 hingga 2022 pola pemadaman akhir tahun ini banyak terjadi.
Akun bernama Abdul Rasid Rasid mengunggah konten terkait mati lampu dengan caption: Tomia sudah 3 hari lampu mati total..!!! #2019GantiLampu. Unggahan tercatat pada 9 Desember 2018.

Akun bernama Jabu Rujab mengunggah cerita tentang mati lampu pada 27 Oktober 2019. Si akun menuliskan bahwa dalam satu mala sudah terjadi 10 kali mati lampu.
Pada 26 November 2019 akun bernama Irvak menulis di beranda Facebooknya bahwa dia sedang malas pulang ke Tomia karena lagi musim mati lampu.
Akun Instagram bernama Fadlihasan pada 16 Oktober 2020 membuat unggahan dengan caption: Suasana kampung tetiba sunyi dari kebisingan di malamnya. Mulanya telinga dipenuhi dengan suara-suara, seketika bersih darinya. Eh, mati lampu ternyata.
Pada tahun 2021, pemadaman cukup jarang. Kemungkinan besar karena Pandemi Covid-19. Namun ketika pandemi mulai mereda, pola tersebut Kembali terjadi pada akhir tahun 2022 ini.
Alasan
Alasan pihak berwenang yang paling klasik adalah ulah kelelawar yang menabrak kabel. Sering juga karena kehabisan bahan bakar. Dan yang paling mengkhawatirkan, karena ini bisa saja pemadaman total dilakukan, adalah rusaknya mesin.
Alasan terakhir menjadi faktor yang dipakai tahun ini. Jika menilik surat edaran informasi gangguan listrik yang dibagikan tertera bahwa sedang terjadi kerusakan mesin dan “sedang menunggu material tiba”.
Implikasi Pemadaman Listrik
Cr(26), salah satu warga Usuku mengaku mengetahui kabar pemadaman listrik awalnya dari mulut ke mulut. Beberapa hari kemudian pemadaman bergilir benar-benar diterapkan oleh pihak PLN, tepat 26 september.
Selang beberapa hari berikutnya, sebuah selebaran pengumuman tentang gangguan kelistrikan beredar virtual di medsos. Tepat 29 Oktober, pemadaman total sepulau Tomia diterapkan
Cr mengira bahwa pemadaman ini hanya sementara, seperti yang sudah-sudah. Namun, setelah lebih dari dua hari mati total selama 24 jam, dia dan tetangganya mulai panik.
Pasalnya, listrik di pulau Tomia memegang kendali pada akses pemenuhan kebutuhan dasar yang lain, seperti kebutuhan air, jaringan internet, penerangan, memasak, dll.
“Kan banyak kebutuhan kita yang bergantung pada listrik” tuturnya.
Kerja tambahan warga setelah mengerjakan pekerjaan sehari-hari adalah mencari dan mendatangi tempat yang punya aliran listrik.
Tiap hari warga turun ke jalan dengan berbekal colokan, carger hp dan lampu cas. Mereka ramai-ramai mencari sumber listrik. Itu cukup merepotkan serta menyita banyak waktu.

Dan yang paling mengundang kekhawatiran, utamanya warga di bagian Usuku, Tiroau, Bontu-bontu, Waiti’i, ialah air PAM yang ikut-ikutan tidak mengalir.
Pihak PAM menumpukan sumber energi listrik mereka pada PLN untuk bisa mengalirkan air ke rumah warga. Akibatnya, Ketika PLN melakukan pemadaman total selama beberapa hari ini air juga ikut berhenti mengalir ke rumah warga.
Menjelang hari ketiga pemadaman listrik, warga yang lalu lalang di jalan tidak hanya memegang cas gadget lagi, namun juga memegang cergen untuk menimba air.
Senada dengan Cr, Il (34) seorang ibu rumah tangga yang kesehariannya sebagai guru, mengaku bahwa pemadaman listrik ini sangat berpengaruh pada aktivitas kesehariannya.
“PAM ikut-ikutan mati, dan itu yang bikin pusing. Sampe saya harus turun ke pantai untuk mencuci,” ujarnya.
“Anak saya cebok tadinya butuh 4 gayung untuk benar-benar bersih misalnya, sekarang saya harus putar otak, bgaimana caranya supaya bisa bersih hanya dengan 2 gayung air,” imbuhnya.
Sumur dan air payau yang tersebar pada beberapa titik di dekat pantai, dibersihkan dan diaktifkan kembali oleh warga setempat. Tempat ini mendadak ramai diserbu oleh warga yang datang menimba air untuk kebutuhan sehari-hari, mandi, dan mencuci langsung di tempat.
Jalanan ramai dengan warga yang mondar-mandir menenteng cergen dan semua perabotan yang bisa dipakai untuk mengambil air. Kondisi ini berlangsung hingga hampir seminggu.
Dampak mandeknya listrik dan PAM ini berimplikasi juga pada aktivitas pasar malam yang perlahan berkurang. Warga malas belanja ke sana karena mati lampu.
Ironi Daerah Pariwisata

Beberapa potret yang tersebar di medsos menangkap momen aktivitas warga di sumur dan air payau ini, hingga mengundang komentar seperti: kapono a maeka mai na kene ka barangka to (jangan sampai orang takut datang berkunjung ke kampung kita).
Komentar tersebut cukup menggelitik jika kita menyaksikan bahwa betapa belakangan pemadaman listrik di pulau Tomia, bertepatan dengan gencarnya promosi pariwisata Wakatobi pada ajang perhelatan WAVE.
Jadi Pulau Tomia sedang berkutat dengan persoalan listrik, jaringan dan kekurangan air, di ibukota kabupaten Wakatobi sedang terjadi kemeriahan dan kegirangan merayakan festival dengan nyala lampu yang mengkilap di mana-mana. Sebuah ironi.

Belum lagi beragam jargon inovasi, SDM, kesejahteraan one island one school, digital marketing, dan tetek bengek digital lainnya sedang diusung pemerintah.
Namun, persoalan kebutuhan mendasar seperti listrik tak pernah selesai. Listrik di pulau Tomia yang menjadi modal utama mewujudkan jargon-jargon itu tak sedikitpun diperhatikan.
Maka warga tahu betul bahwa hidup mereka di tengah arus lajunya pembangunan dan pariwisata, tidak pernah benar-benar dipertimbangkan.
Jadi celetukan dan semua komentar itu bukan omong kosong tak berdasar atau keluh kesah yang cengeng.