Ketika Waktu Berlayar Tiba : Anakku kubonceng ke pelabuhan pakai motor vega merah sesaat sebelum berjalan, ia bilang ingin pakai helm cidukku. Kuberikan padanya, sementara aku diberikannya topi coklat yang ia comot dari tangan mamanya.

di jalan aspal berlubang-lubang bekas proyek kotor pemerintah yang kami lewati, ia memelukku seperti ia memang anak-anak
walau kali ini lengannya terasa besar dan kasar
Dadanya bidang menempel pada punggungku
ia tidak bersuara, hanya terus menjejaliku dengan bentuk tubuhnya yang kian menggumpal-gumpal
aku tidak pandai mengartikan tanda-tanda
tapi anak lelakiku mungkin tak pernah lupa rasanya memilikiku

di jalan terjal menuju laut, ia melepas pelukannya
mungkin malu dilihat banyak orang di pelabuhan
banyak mama-mama dan anak-anak mengantar suami-suami mereka berlayar dan merantau

tiba kami di pelabuhan tempat ombak-ombak kecil membawa sampah plastik dan bangkai-bangkai ikan dari negeri jauh
ia turun dari motor dan membawa koperku
angin-angin pelabuhan menyeka rambutnya yang tebal dan hitam,
ia tertunduk saja setelah itu, tak berani memandangi mataku
anakku yang pemalu, aih kapan kau tumbuh sebesar ini?

jam 10 pagi, kokiku menemuiku
ia bilang perahu sudah siap, dan semua kelasi sudah di perahu
sesaat itu aku memandangi anakku
kupegang bahunya yang berotot
kulirik wajahnya yang tertunduk, ia tersenyum

di pinggir laut yang teduh, anak buahku yang lain meminggul koperku ke sampan
anakku kulepas

di tangga sebelum melangkah ke sampan, ia menoleh padaku
sekilas mata kami bertemu
“Bapak hati-hati ee,” katanya
Air mataku hampir tumpah

Bulan Desember, tiba saatnya berlayar lagi
membuat jarak pada waktu dan anakku
satu tahun sekali kutemui dia
itu kalau angin berhembus baik
itu kalau takdir kami tidak mati di laut

Ketika Waktu Berlayar Tiba

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here