Lekasura bersama 19 media lainnya mengikuti pelatihan IMA
Kegiatan pelatihan atau bootcamp media digital yang diselenggarakan oleh Independent Media Accelerator (IMA) telah dimulai.
Lekasura dan 19 media independen yang terpilih dari sekitar 160 media yang mendaftar selama 7 hari kedepan akan mengikuti berbagai macam kelas dan pelatihan.
Empat hari pertama pelatihan dilaksanakan secara online melalui zoom, sedang kelas offline (bootcamp) diadakan selama 3 hari di Jakarta.
Lekasura dan peserta lainnya akan diboyong untuk mengikuti bootcamp di hotel IBIS Tamarin Jakarta guna melakukan pendalaman materi tentang, kualitas jurnalis, transformasi digital dan model bisnis.
Nantinya, ke 20 peserta akan diminta mengusulkan proposal ide perbaikan media dengan pendanaan yang disiapkan IMA. Selanjutnya mereka akan mengerjakan usulan proyek tersebut dalam waktu 2 bulan.

“Independent Media Accelerator adalah upaya kita untuk mencari dan menemukan bersama bentuk baru dan cara baru bermedia,” kata Direktur Tempo Institute, Qaris Tajudin, dalam sambutanya membuka kegiatan itu, Senin( 15/8).
Upaya akselerasi mencari bentuk dan menemukan model bisnis media ini merupakan inisiasi Tempo Institute bersama sejumlah lembaga seperti Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Google News Initiative, dan Kominfo. Diharapkan media digital baru ini dapat melalui tantangan disrupsi teknologi dengan mulus.
Qaris memaparkan bahwa dari negara maju, hingga negara berkembang dan negara yang lebih mundur sepakat belum menemukan bentuk bisnis baru bermedia maupun cara baru bermedia.
Berbeda dengan misalnya film dan bioskop yang telah menemukan model seperti Netflix atau sektor lain yang telah menemukan model baru setelah mengalami disrupsi. Di sektor media saat ini orang masih mencari-mencari bentuk dan model bisnisnya.
Ada tiga hal yang disoroti di dunia media, Pertama, kualitas jurnalisme, dimana kualitas jurnalisme dinilai menurun.
Kehadiran digital mendorong orang beradu cepat dan banyak-banyakan memproduksi berita, sebab jika tidak banyak berita maka google analitik akan jeblok.
Kedua, adalah bisnis model, akan seperti apa model bisnis media. Dulu orang rela merogoh uang untuk mendapat informasi, tapi sekarang sulit sekali orang menjual berita.
Tempo misalnya, memproduksi konten yang ekslusif, tak lama akan muncul screenshotnya dimana-mana. Penyebarnya bukan hanya orang umum, bahkan jurnalis sendiri, Mereka seolah tidak peduli apa dilakukannya itu, mencederai usaha rekannya dalam mencari berita.
Ketiga, adalah disrupsi teknologi, kondis ini yang sedang coba kita atasi. Bersyukur sebagian teman telah memiliki cara pandang baru dalam bermedia ada yang menggunakan. Di mana mereka sudah mulai menggunakan multimedia, ada dengan TV dan, dalam komik. Berbeda dengan media konvensional yang sulit bergerak di tengah himpitan disrupsi teknologi.
Untuk itu Qaris meminta dalam kegiatan ini dapat dicari dan dirumuskan bentuk baru bermedia, yang memungkinkan untuk dikembangkan agar media mampu mengatasi persoalan disrupsi teknologi.
[…] Baca Juga: IMA Upaya Cara Baru Bermedia […]