
Artikel ini merupakan ulasan tentang seorang anak muda yang berusaha mengangkat kembali bhanti-bhanti.
Gambus merupakan alat musik petik yang berasal dari Timur Tengah. Gambus biasanya dimainkan bersama alat musik pukul seperti gendang dan diisi dengan nyanyian.
Nyanyian itu oleh masyarakat Tomia (Wakatobi) dahulu disebut Bhanti-bhanti
Bhanti-bhanti merupakan tradisi lisan yang eksis dan menjadi bagian dari hidup masyarakat Wakatobi.
Dinyanyikan dengan spontan, baik perseorangan maupun dengan cara berbalasan mirip pantun.
Nyanyian tradisional ini berisi ungkapan hati, nasihat, adat-istiadat (budaya), dan sebagainya.
Dahulu banyak warga melakukan bhanti. Namun, dari tahunn ke tahun pamor kidung ini kian hilang. Sebab anak muda tak lagi menyanyikannya.
Ada beragam faktor kenapa bhanti jarang atau tak disukai anak muda.
Musiknya yang sederhana, hanya memakai melodi gambus, tak membuatnya terdengar atraktif dan memancing gelora muda. Bhanti cenderung mendayu-dayu.
Selain itu Bahasa yang digunakan dalam bhanti adalah bahasa daerah yang tidak mengglobal atau tidak nge-pop.
Faktor lainnya adalah terlalu menguatnya budaya popular dari luar pulau. Sehingga mempengaruhi selera anak muda.
Namun, seperti halnya tradisi tua, selalu ada anak muda yang kemudian terdorong untuk memahami lebih jauh tradisi kampungnya.
Anti: si Gen-Z Pencinta Bhanti-bhanti

Dia bernama Berlian Ramdiani Syah atau biasa disapa Anti. Ia merupakan warga Tomia yang masih berstatus pelajar di SMA 1 Negeri Tomia.
Anti memiliki hobi bernyanyi. Hal itu ia sampaikan pada saat sesi wawancara seleksi peserta Sekolah Pulau.
Setelah mengikuti beberapa hari Sekolah Pulau, ia menemukan banyak hal yang belum ia ketahui.
Salah satunya, hingga membuat ia termotivasi untuk ingin mengetahui banyak hal tentang kampung, ialah bhanti-bhanti.
Remaja ini kemudian tak hanya sebatas mendokumentasikannya bhanti saja, namun ia juga tertarik untuk menciptakan bhanti-bhanti-nya sendiri.
Walaupun perempuan yang besar di Maluku tersebut terbatas pada penguasaan kosa kata bahasa Tomia, ia tetap berusaha.
Ia kemudian berhasil menciptakan satu buah syair bhanti yang ia beri tajuk: Te Anse Appa Ndumeu kene Iko’o (Kenangan Terindah saat Bersamamu).
Bhant-bhanti yang diciptakan oleh Anti berisi tentang ungkapan seorang yang ingin mengulang kembali kenangan indah bersama mantan kekasihnya, namun ia tak bisa karena mantan kekasihnya sudah bersama seseorang yang lain.
Alasan ia memilih bhanti-bhanti untuk diangkat ialah karena ia termotivasi oleh Bapak Tua La Asiru saat melantunkan syair bhanti-bhanti.
Sebagai generasi yang hidup di era sekarang, mendengar bhanti-bhanti membuat ia sangat takjub.
“Kedua, saya sebagai anak yang hidup di jaman modern, tidak terlalu mengenal banyak budaya dan tradisi yang ada di Pulau Tomia, salah satunya bhanti-bhanti ini,” ungkapnya saat pemaparan karya Sekolah Pulau, Sabtu (11/12/22)
Upaya Pemerintah Belum Cukup
Bhanti-bhanti memang sudah mulai pudar, tak banyak generasi muda mengenalnya. Upaya pelestarian tradisi lisan ini memang telah dilakukan.
Salah satunya dengan penetapan La Ode Kamaluddin sebagai maestro kabanti. Tujuannya ialah memacu masyarakat dan pemerintah daerah untuk aktif melestarikan kabanti sebagai salah satu khazanah kebudayaan Nusantara.
Kabhanti diharapkan menjadi kebudayaan lisan yang tetap hidup dan memberi guna bagi masyarakat pendukungnya.
Namun, kebijakan tersebut dinilai belumlah efektif dan berdampak signifikan bagi pelestarian bhanti-bhanti.
Menurut Asrif, dalam ulasannya Nyanyian Sunyi Tradisi Kabanti hal itu dikarenakan pemerintah daerah belum menempatkan kebijakan melestarikan dan mengembangkan kesenian itu sebagai program utama pengembangan tradisi lisan.
Hadirnya Sekolah Pulau
Lekasura telah menyelenggarakan Sekolah Pulau. Dibuka pada 8 November 2022, acara ini berlangsung selama satu bulan penuh.
Sekolah Pulau merupakan projek baru Lekasura. Projek ini mengkombinasikan dua projek utama Lekasura yaitu Ema-ema dan Galampa yang ditambah dengan kelas sebagai ruang warga untuk belajar dan berdiskusi.
Fokus Sekolah Pulau adalah menarasikan, mendokumentasikan, mengangkat kembali, dan mengarsipkan tradisi warga pulau. Lekasura melalui Sekolah Pulau-nya mengangkat beberapa tema untuk dimunculkan ke permukaan. Salah satu di antaranya ialah Musik Gambus Tomia (Wakatobi) dan Bhanti-bhanti.
Bhanti-bhanti karya Anti bisa didengarkan di sini.